“The basic thing is that everyone wants happiness, no one wants suffering. And happiness mainly comes from our own attitude, rather than from external factors.”Dalai Lama XIII
Hidup berisi ketidakpastian. Namun ada dua hal didalam dunia ini yang pasti, yaitu waktu yang akan terus bergulir dan ketidakpastian itu sendiri. Setiap detik di dunia ini, ribuan bayi lahir, dilain pihak yang tua meninggalkan kenangannya. Manusia bisa memiliki hidup yang sempurna, pendidikan, kesenangan dan cinta, namun manusia pada belahan sosial berbeda merasakan kemiskinan, kelaparan, kesedihan dan ketakutan akan apa yang akan terjadi esok. Usia manusia tidak pasti, ada yang kalah dalam penyakit, kecelakaan namun ada juga yang berhasil menjalaninya sampai sepuluh dekade lewat. Kesemuanya menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah tujuan hidup manusia?Banyak pemikir percaya bahwa kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia. Kebahagiaan adalah suatu hal yang dipercayai bisa membuat hidup menjadi lebih hidup. Losta masta! Membuat hidup lebih berarti. Tetapi apakah itu kebahagiaan?Memang kebahagiaan merupakan suatu hal yang abstrak untuk dinalar. Beberapa filosof seperti Hobbes dan Kant juga meragukan penjelasan eksplanatif atas konsep kebahagiaan. Kant mengatakan bahwa manusia tidak bisa membentuk sebuah konsep pasti sebagai kesimpulan dari kepuasan atas perasaan yang disebut kebahagiaan. Bahkan sebagian pemikir lainnya menganggap kebahagiaan adalah konsep sulit yang tidak mungkin diraih oleh umat manusia selama ia hidup.Aristoteles mengambil salah satu dialog Solon yang mengatakan ‘No one happy until he is death’. Tidak ada manusia yang bisa bahagia, suatu konsep dasar yang diinginkan semua orang, namun konsep tersebut hanyalah keadaan ideal. Sebuah utopia. Nietszche menambah daftar filosof yang pesimistis pada kebahagiaan. Namun seberapa abstrak kebahagiaan beserta konsepnya itu, kebahagiaan tetaplah hal yang sangat diinginkan dan dituntut oleh manusia. Freud dalam bukunya Civilization and Its Discontent menegaskan bahwa lebih jauh lagi manusia berjuang untuk memperolehnya.
‘Apakah Anda bahagia?’
“Ya, saya bahagia.. Tapi akhir-akhir ini saya sedang mengalami kesulitan keuangan. Tapi kemarin anak saya sakit. Tapi saya belum belajar untuk ujian besok” Apakah Anda bahagia tanpa ‘tapi’? Tidak mungkin seseorang itu bahagia sekaligus tidak bahagia pada suatu waktu tertentu. Sebuah paradoks. Pastilah ia bahagia. Atau ia tidak bahagia.
Setiap orang menginginkan kebahagiaan, tidak ada yang menginginkan penderitaan. Sebuah kebahagiaan yang menetap didalam kehidupan dan keseharian dan bukan sekedar pernyataan sesaat. Kemudian pertanyaan yang tertinggal adalah ‘Mungkinkah kebahagiaan itu nyata?’ Kemudian bagaimana memperolehnya??
Mungkin jawabannya adalah uang. Beberapa orang menganggap bahwa kebahagiaan sangat berhubungan dengan materi. Semakin banyak harta yang saya miliki, maka semakin bahagia saya. Uang bisa memberikan kesenangan, uang bisa mendatangkan teman, dan yang paling penting adalah uang bisa membeli cinta. Uang adalah kebahagiaan! Benarkah demikian? Mungkin pernyataan ini ada benarnya, dan mungkin beberapa orang akan setuju jika diberikan pernyataan ini, namun apakah uang pasti bisa menyokong hidup bahagia? Dapatkah uang membeli kebahagiaan? Mantan presiden Amerika Serikat, F.D. Roosevelt mengatakan bahwa kebahagiaan bukanlah melulu materi, melainkan kreatifitas dan pencapaian.
Pernyataan Roosevelt puluhan tahun yang lalu ternyata mendekati teori flow dari positive psychology di abad ke duapuluh. Kebahagiaan itu bukan selalu materi, melainkan ketika tercapainya kepuasan diri akan suatu pencapaian diri sejati melalui kreatifitas. Flow dapat dirasakan semua orang dari kegiatannya, apapun itu. Misalnya ketika pianis mengikatkan dirinya pada musik dan memasuki alam tarian pada tuts piano, atau peneliti yang begitu larut dengan rasa ingin tahu mengalahkan detik-detik waktu untuk tetap menyibukkan diri mencari jawaban. Ketika kegiatan apapun menghisap pelakunya masuk, dan membuatnya merasakan perasaan puncak, itulah kebahagiaan! Tidak perlu materi yang banyak untuk mencapai kebahagiaan. Semua orang, apapun kegiatannya!
Jika bukan uang, maka kebahagiaan merupakan hasil dari kemujuran. Kata ‘happy’ dalam bahasa Inggris merupakan turunan dari bahasa Finlandia ‘happ’, yang berarti keberuntungan. Banyak orang merasa bahwa keberuntungan itulah yang membawa kebahagiaan. Hal eksternal, situasi yang baik, orang lain yang berada pada waktu dan tempat yang tepat, kemudian kebahagiaan menjadi ‘hal yang terberi’, nasib yang tidak bisa kita kontrol. Kemudian manusia menunggu kejadian yang akan menjadi akil balik kebahagiaan hidupnya. Apakah nasib betul-betul mempengaruhi kebahagiaan manusia? apakah manusia tidak bisa memperoleh kebahagiaan dengan kekuatannya sendiri?
Tenzin Gyatso, peraih nobel perdamaian, pemimpin spiritual Buddhis yang lebih dikenal dengan nama Dalai Lama, mengatakan bahwa kebahagiaan lebih merupakan hasil dari sikap (attitude) dibandingkan faktor eksternal. Hal ini mengingatkan penulis pada pernyataan Shakespeare, ‘there is nothing good or bad, but thinking make it so’. Tidak ada muatan baik atau buruk, senang atau sedih pada kejadian tertentu. Namun sikap manusialah yang memberikan muatan-muatan penilaian itu. Ketika seseorang mempercayai bahwa faktor eksternal adalah penentu kebahagiaannya, maka ia telah melalaikan suatu kenyataan penting dan mendasar bahwa diri sendirilah yang sebenarnya bertanggung jawab atas semua pemikiran, perasaan dan tindakan yang dilakukan, bukan orang lain ataupun hal lain.
Berbicara mengenai orang lain, beberapa orang pun berpikir bahwa kebahagiaan itu datang ketika memiliki pasangan. Jadi jika Anda tidak memiliki pasangan, entah itu pacar maupun suami/istri, maka Anda tidak akan bisa mencapai kebahagiaan. Pendapat ini sangat berbahaya, karena jika seseorang terbiasa menganggap bahwa orang lain menyebabkan kebahagiaan pada hidupnya, maka ia juga akan cenderung menyalahkan orang lain ketika terjadi hal yang tidak sesuai dengan harapannya. Jika demikian, lagi-lagi kita melupakan tanggung jawab diri yang dimiliki untuk menentukan arah hidup kita. Dan bahwa setiap manusia memiliki pilihan untuk menjadi bahagia ataupun sebaliknya.
Buku Relationship for Dummies mengingatkan bahwa kebahagiaan adalah pernyataan subjektif dari keadaan diri, bukan karena orang lain tertentu, kejadian tertentu, barang tertentu, situasi tertentu, melainkan setiap orang bisa bahagia, apapun yang terjadi padanya. Anda, apakah jomblo, menikah, janda, cerai, Anda tetap bisa bahagia, status tidaklah mempengaruhi kebahagiaan! Diri Andalah yang mempengaruhi kebahagiaan Anda!
Banyak hal yang dipercayai sebagai mitos bahagia, namun ternyata kepercayaan-kepercayaan tersebut tidak sepenuhnya benar. Bahkan terkadang menyesatkan. Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk meraih kebahagiaannya. Kemudian muncul pertanyaan terakhir yang wajib dipertanyakan pada hati masing-masing pembaca, ‘Bahagiakah Aku?”
Sumber: Ruang Psikologi
0 comments:
Post a Comment