“Aku pernah putus dari seorang laki-laki karena dia menuliskan puisi yang sangat jelek untukku."
― Karen Joy Fowler, The Jane Austen Book Club
Siapa yang menduga bahwa sepasang kekasih dapat putus hanya karena hal sepele seperti sebait puisi yang jelek. Berakhirnya hubungan pacaran tanpa alasan jelas sering memunculkan banyak pertanyaan, apa sebenarnya yang terjadi diantara (mantan) pasangan tersebut. Bahkan, terkadang pasangan yang putus sendiri pun bingung, bagaimana hubungan mereka menjadi “layu dan mati”, benar bukan?


Akhir sebuah hubungan pacaran sesungguhnya dapat diprediksi semenjak hubungan sepasang kekasih masih terlihat baik-baik saja. Tepatnya, tanda-tanda putusnya sepasang kekasih terlihat dari pola dinamika faktor-faktor psikologis yang terakumulasi selama masa pacaran berlangsung.
Beberapa faktor psikologis yang dapat membangun dan mengubah suatu hubungan berpacaran antara lain:
- Faktor individual masing-masing pasangan, misalnya tipe kepribadian, tingkat kepercayaan atas takdir, tingkat harga diri, atau pengalaman berhubungan yang dimiliki masing-masing individu yang berpacaran.
- Faktor di luar pasangan, misalnya kesamaan lingkungan pertemanan dan dukungan dari orang-orang sekitar pasangan.
- Faktor hubungan antar pribadi dalam berpacaran, misalnya cinta, kedekatan, komitmen, kepuasan dalam berhubungan, kejujuran dan kepercayaan, saling bergantung, penyesuaian diri, keterlibatan pasangan ke dalam diri pribadi, cara memandang hubungan, pasangan alternatif (selingkuh), adanya konflik, lama berpacaran, dan kepastian perasaan.
Lantas, faktor manakah yang paling dapat memprediksi putusnya sebuah hubungan pacaran? Bagaimanakan pola yang menandakan bahwa pasangan akan putus?
Banyak penelitian telah dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan kombinasi variabel, metode, sampel, serta hasil yang berbeda-beda. Untuk menemukan jawaban final dari pertanyaan kenapa sebuah hubungan bisa putus, sekelompok peneliti pun menganalisa seluruh penelitian tersebut untuk mencari kesimpulan besarnya (Le, Dove, Agnew, Korn, & Mutso, 2010). Le dkk. (2010) menganalisa 137 penelitian tentang akhir hubungan pacaranyang dilaksanakan sejak tahun 1973 sampai 2006 dan melibatkan 37.761 orang sampel.
Banyak penelitian telah dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan kombinasi variabel, metode, sampel, serta hasil yang berbeda-beda. Untuk menemukan jawaban final dari pertanyaan kenapa sebuah hubungan bisa putus, sekelompok peneliti pun menganalisa seluruh penelitian tersebut untuk mencari kesimpulan besarnya (Le, Dove, Agnew, Korn, & Mutso, 2010). Le dkk. (2010) menganalisa 137 penelitian tentang akhir hubungan pacaranyang dilaksanakan sejak tahun 1973 sampai 2006 dan melibatkan 37.761 orang sampel.
Penelitian meta-analysis yang disebutkan di atas menghasilkan beberapa temuan. Yang pertama, kelanggengan sepasang kekasih kurang dapat diramalkan oleh faktor-faktor individual. Namun, faktor-faktor tersebut justru dapat memprediksi pola hubungan percintaan seseorang dalam jangka panjang. Misalnya, apakah seseorang cenderung berganti-ganti pasangan atau cenderung setia pada satu pasangan sepanjang hidupnya. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa faktor eksternal, yaitu kurangnya dukungan dari orang-orang di sekitar pasangan, hanya memiliki pengaruh sedang untuk menentukan akhir sebuah hubungan berpacaran.
Prediktor terkuat untuk meramalkan putusnya sepasang kekasih adalah pola dinamika faktor-faktor hubungan antar pribadi dalam berpacaran. Dari 16 sub-faktor hubungan dalam berpacaran yang diteliti, tiga sub-faktor merupakan prediktor kuat untuk meramalkan akhir hubungan. Ketiga sub-faktor tersebut adalah:
1. Cinta

Ya, cinta. Bicara soal cinta, memangnya apa sih cinta? Rasa senang ketika bertemu, kah? Memikirkan pasangan tiada henti, kah? Merasa cocok layaknya soulmate, kah? Selalu memperhatikan kebutuhan pasangan, kah? Saya percaya bahwa cinta adalah hal yang sangat pribadi sehingga setiap orang mungkin memiliki pemahaman yang unik tentangnya. Namun, hubungan romantis tanpa adanya gelora cinta bagaikan membuat api unggun menggunakan setumpuk koran dan bukannya kayu bakar, sehingga akan cepat berakhir. Tetapi, apakah cinta saja cukup menjadi “modal” untuk membangun hubungan pacaran yang langgeng?
2. Komitmen

Tentu, menggantungkan kelanjutan hubungan berpacaran pada perasaan cinta saja tidak cukup. Pasangan berpacaran tetap harus berusaha mempertahankan hubungan mereka dengan membangun komitment. Api cinta dapat membesar dan mengecil sesuai kondisi yang dialami pasangan.Hanya komitmenlah yang mampu mengikat erat hubungan percintaan saat rasa cinta sedang meredup. Oleh karena itu, faktor komitmen merupakan prediktor yang lebih kuat daripada cinta untuk memprediksi kelanggengan sebuah hubungan pacaran. Pasangan yang kurang memiliki komitmen satu sama lain menandakan bahwa mereka akan putus. Contoh dari perilaku yang didasarkan dari kurangnya komitmen misalnya cepat mencoba mendekati orang lain saat terlibat pertengkaran dengan pasangan.
3. Cara Pandang terhadap Hubungan

Prediktor yang paling kuat untuk meramalkan akhir hubungan berpacaran adalah cara pasangan memandang hubungan mereka. Pasangan yang berpandangan positif terhadap hubungan yang mereka jalin cenderung akan langgeng. Anehnya, cara pandang ini terlepas dari kualitas hubungan yang sesungguhnya. Kondisi hubungan berpacaran yang buruk dapat bertahan lama asalkan pasangan tetap percaya bahwa hubungan mereka baik. Di sisi lain, hubungan berpacaran yang baik akan cepat putus jika pasangan terus saja melihat hubungan mereka secara negatif. Wow, romansa ternyata penuh dengan ilusi, ya!

Selain ketiga sub-faktor hubungan di atas, terdapat beberapa sub-faktor lain yang cukup mampu memprediksi akhir hubungan pacaran. Misalnya, kentalnya keterlibatan pasangan dalam kehidupan pacarnya dapat menandakan hubungan tersebut akan langgeng. Perasaan campur aduk terhadap pasangan ditambah dengan banyaknya pilihan untuk mengganti pasanganmenunjukkanbahwa pasangan tersebut akan putus. Selain itu, hubungan berpacaran yang kurang terbuka, percaya, dan tergantung satu sama lain cenderung cepat berakhir. Hubungan dimana masing-masing pribadi kurang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan materi untuk pasangannya juga tidak akan berlanjut.
Penelitian meta-analysis telah menunjukkan bahwa kelanggengan suatu hubungan pacaran banyak dipengaruhi oleh faktor hubungan timbal balik antara sepasang kekasih dalam hubungan tersebut. Dari berbagai sub-faktor hubungan dalam berpacaran, cara pandang yang positif terhadap hubungan, adanya komitmen untuk mempertahankan hubungan, sertausaha untuk menimbulkan kembali percikan-percikan cinta dengan melakukan hal romantis, merupakan tanda-tanda hubungan yang kuat. Sementara itu, faktor pribadi masing-masing pihak dalam berpacaran serta faktor di luar pasangan tidak banyak berpengaruh dalam meramalkan akhir hubungan pacaran. Artinya, seperti apa pun pacarmu dan bagaimanapun lingkungan kalian, jika kamu dapat menerima semuanya, niscaya hubungan kalian akan kuat.
Izinkan saya sedikit berpuisi;
"Hubungan pacaran itu bukanlah soal aku saja atau kamu saja. Apalagi soal mereka. Hubungan berpacaran itu soal kita."
Sumber yang dipakai:
Le, B., Dove, L. E., Agnew, C.R., Korn, M. S., & Mutso, A. A. (2010). Predicting nonmarital romantic relationship dissolution: A meta-analytic synthesis. Personal Relationships, 17, 377-390. DOI: 10.1111/j.1457-6811.2010.01285.x
Sumber
0 comments:
Post a Comment